Minggu, 19 Februari 2012

Diet Ketat Demi Langsing? Awas Tulang Keropos

Diet Ketat (Ilustrasi)
Dikutip dari Republika.co.id

Sabtu, 18 Pebruari 2012 12:05 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, LONDON - Langsing memang menarik, tapi waspadai bila anda begitu ingin terlihat langsing hingga melakukan diet terlalu ketat. Bisa-bisa anda bukan tambah sehat malah terkena resiko osteoporosis di kemudian hari.  Demikian para ahli Amerika Serikat memperingatkan. Ironisnya, diet yang kerap membuat lapar dengan asupan gizi tak jelas ini diikuti oleh jutaan wanita muda di dunia.

Penelitian menunjukkan bahwa tiga dari sepuluh perempuan putus asa untuk menurunkan berat badan sehingga mereka menjauhi sejumlah makanan yang diangap dapat menyebabkan tubuh gemuk.

Peringatan itu dikeluarkan setelah belajar dari kasus Gwyneth Paltrow. Aktris itu mengungkapkan bahwa dia menderita osteopenia, sebuah penipisan tulang yang dapat menjadi cikal bakal osteoporosis.

Aktris 37 tahun itu mengikuti diet ketat yang rendah keju, mentega susu dan makanan ternak lain yang merupakan sumber yang kaya kalsium penguatan tulang. Meski, sejumlah ahli juga berpendapat bahwa diet tersebut menurunkan tekanan darah dan bisa membantu mencegah kanker payudara dan usus.

Sebuah jajak pendapat dari kebiasaan makan 4.500 wanita Inggris menemukan bahwa 30 persen mengaku menghindari seluruh jenis makanan ketika mencoba untuk ramping untuk musim panas. Sebanyak 28 persen dari mereka mengaku masih mengonsumsi keju, sedangkan 11 persen mengaku mengonsumsi semua produk susu yang ada pada menu. Lebih dari empat dalam sepuluh (41 persen) memotong roti, yang, menurut hukum, diperkaya dengan kalsium.

Fakta yang mencemaskan, lebih dari seperempat responden, 26 persen, yang disurvei perusahaan suplemen Ellactiva mengatakan mereka hanya melihat kandungan lemak dan kalori label makanan, mengabaikan semua informasi lain tentang kandungan gizi mereka. Kemudian 12 persen mengatakan mereka memilih makanan berdasarkan jumlah kalori mereka, daripada nilai gizi mereka.

Kegagalan untuk membangun tulang yang kuat pada usia 35 itulah yang meningkatkan risiko osteoporosis di kemudian hari. Kondisi tersebut akan mempengaruhi tiga juta warga Inggris dan menjadi penyebab lebih dari 230,000 kejadian patah tulang setahun di pergelangan tangan, punggung dan pinggul, atau bagian-bagian  yang paling rapuh.

Seorang pakar dan konsultan gizi, Fiona Hunter, mendesak perempuan tidak menjadi nilai kelangsingan jangka pendek atas kesehatan jangka panjang. Dia berkata, "Obesitas merupakan masalah berkembang tetapi kita perlu memastikan kita tidak mencoba untuk melawan ini dengan mengandalkan diet tanpa lemak," ujarnya

Memotong kelompok makanan penting untuk menurunkan berat badan, imbuhnya, hanya menyebabkan masalah jangka panjang di kemudian hari. "Sebaiknya pendidikan tentang penekanan gizi lebih diajarkan sehingga orang dapat memahami nilai-nilai gizi makanan." ungkap Hunter.

Badan Standar Makanan mengatakan orang dewasa harus bisa mendapatkan 700 mg kalsium per hari yang mereka butuhkan dari variasi makanan atau seimbang. Sumber yang baik selain roti dan produk susu  adalah brokoli dan kubis, tahu dan kacang. Sarden, pilchard dan ikan lain yang memungkinkan kita makan tulang juga kaya mineral. Mereka yang mengandalkan suplemen harus menyadari bahwa mengasup lebih dari 1.500 mg sehari dapat menyebabkan kram perut dan diare.

Seorang juru bicara untuk National Osteoporosis Society berkata, "Penelitian terbaru ini menyoroti kecemasan bahwa citra tubuh dapat berpengaruh pada kesehatan tulang. Baik kalsium dan lemak memainkan peran dalam membangun tulang sehingga diet ketat yang menghilangkan lemak sepenuhnya dapat merusak. " ungkapnya "Ada banyak tekanan untuk menjadi langsing, tapi harus mencoba untuk tetap wajar, karena kesehatan tulang tak dapat diprediksi.'' imbuhnya lagi.

Untuk menghindari resiko osteoporosis, Fiona menegaskan diet seimbang adalah jawabannya. "Kita semua perlu sedikit lemak dalam makanan kita dan kalsium adalah kuncinya. Selain itu, sumber kalsium non-susu seperti buah kering, sayuran berdaun hijau, biji wijen dan tahu juga bagus untuk dikonsumsi."
Redaktur: Ajeng Ritzki Pitakasari

Jumat, 17 Februari 2012

Lingkungan Keluarga Pengaruhi Pendidikan Karakter Anak

Dikutip dari Republika.co.id 
Rabu, 15 Pebruari 2012 14:29 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Lingkungan keluarga menjadi faktor penting dalam menanamkan pendidikan karakter anak, di luar faktor pendidikan di sekolah serta lingkungan sosial. Lingkungan keluarga ini, bisa dimulai dari situasi dalam keluarga dan pola pendidikan yang dilakukan.
Jika pola pendidikan karakter di tengah keluarga sudah terbangun dengan baik, dengan sendirinya anak akan lebih mudah untuk menerima pendidikan karakter di sekolah. Demikian pula saat anak harus bersinggungan dengan lingkungan sosial.
"Sebab persoalan yang sekarang jamak terjadi saat ini banyak orang tiua yang stres dan depresi akibat persoalan hidup yang kompleks. Pada situasi ini bagaimana mungkin orang tua mampu memberikan pendidikan karakter yang dibutuhkan," ujar praktisi Soul Healer dan pendidikan karakter, Irma Rahayu dalam diskusi 'Karakter dan Jatidiri Bangsa dalam Pembangunan Kebudayaan', yang digelar Kelompok Diskusi (Poksi) Komisi X FPKS DPR RI, Rabu (15/2).
Irma mengatakan, untuk menanamkan pendidikan karakter yang baik dari keluarga perlu dilihat dulu kondisi orang tua. Yang paling penting menurutnya, membuang depresi kedua orang tua di tengah persoalan hidup yang kian kompleks.
Sayangnya, kata Irma, yang terjadi sekarang ini orang tua sering mengabaikan dan menyerahkan pendidikan karakter anak kepada sekolah. Persoalan baru pun muncul saat para pengajar (guru) yang harusnya bisa memberikan pendidikan karakter ini juga sudah membawa stres dari rumahnya.
Ditambah dengan lingkungan sosial si anak yang kurang mendukung, jadilah masalah pendidikan karakter ini mandeg. "Kalau sudah kompleks tidak ada yang mau disalahkan dalam kegagalan menanamkan pendidikan karakter ini," tambahnya.
Anggota Komisi X, Soenmandjaja Roekmandis menambahkan, kegagalan keluarga dalam menanamkan pendidikan karakter memang bisa dimulai dari hal yang kecil di tengah keluarga.
Ia mencontohkan, bagaimana orang tua menyuruh anak rajin ke masjid tetapi orang tuanya sendiri juga jarang melakukannya. "Atau orang tua yang memperingatkan anaknya untuk tidak merokok tapi dilakukan orang tua sambil merokok," ungkap Roekamndis.
Secara luas, anggota Badan Legislasi DPR RI ini menyampaikan, orang tua, keluarga, guru, lingkungan pendidikan dan masyarakat merupakan cita idealisme anak. Oleh anak mereka dijadikan sosok atau figur ideal selama dalam proses identifikasi, asimilasi dan sublimasi.
Manakala 'figur' anak itu menampakkan sesuatu yang mendatangkan kekecewaan, maka anak- anak --pemuja-- itu akan mengalami split personality. "Dalam situasi ini pendidikan karakter sesuai apa yang diinginkan akan sulit dibangun," tegasnya.
Redaktur: Ramdhan Muhaimin
Reporter: S Bowo Pribadi

Senin, 13 Februari 2012

Memaknai Hari Berkasih Sayang

Tidak secara sengaja melihat tanggal yang tertera di BB saya sore ini...tidak secara sengaja juga saya teringat bahwa besok adalah hari Valentine yang  membuat saya memaklumi  banyak corak,warna dan bentuk coklat bertebaran di jual di supermarket yang saya kunjungi minggu lalu.

Untuk skala usia  sekarang ini sangat  wajar bila saya  tidak "ngeh" lagi dengan hari kasih sayang, cenderung tidak peduli dan tidak sadar bahwa saling mengucapkan selamat Valentine, memberi kado atau bingkisan dan coklat dulu  pernah saya lakukan kepada orang-orang terdekat saya. Bila mengingat itu  berasa lucu dan berlebihan...namun semua itu tak lebih sekedar ungkapan yang dibuat secara istimewa dengan maksud  ingin teman, keluarga, pasangan hidup, kekasih  tahu bahwa kita sangat sayang kepada mereka.



Terlepas dari itu semua, perlukah hal tersebut kita lakukan, kita abadikan, bahkan di seluruh dunia juga merayakannya.  Mengingat tanpa sadar kita atau siapapun pernah  menyakiti atau disakiti, mengkhianati dan dikhianati bahkan oleh orang terdekat kita. Masih banyak diantara kita  saling membicarakan kejelekan sesama, mudah membuat duka atau tangis seseorang yang kita sayangi, sehingga berpisah atau tidak dekat lagi. Hal tersebut banyak ditemui didalam bentuk apapun pergaulan: sahabat, bisnis, pertemanan maupun percintaan. Bila sudah begitu akankah kita atau mereka ingat dengan ungkapan kasih sayang yang pernah terlontar di hari Valentine, bahkan kado yang berupa coklat yang didapat bila disimpan untuk kenangan mungkin sudah basi atau bila sudah dimakan telah menjadi limbah yang entah berantah. Akankah nilai kasih sayang yang diucapkan menjadi moment yang sifatnya sementara, yang akan berlalu begitu saja? Tidak jauh berbeda dengan  ijab kabul  yang terwujud  dari proses berkasih sayang  namun tidak sedikit orang pula masih mampu melanggarnya. Pun dengan perjanjian dunia yang dibuat demi terwujudnya perdamaian yang merefleksikan kasih sayang sesama manusia namun tetap saja terjadi perang.

Lebih baiknya kita pahami secara dalam, tentang kasih sayang itu sendiri bukan ucapan atau kado yang terindah yang harus kita serahkan, namun seberapa dalam kita mampu menjaga bentuk kasih sayang kita kepada siapapun . Bilapun kita mengingat bahwa di setiap tanggal 14 Februari adalah hari kasih sayang, sebaiknya kita jadikan sebagai renungan seberapa mampukah kita menjaga kasih sayang kita agar "tetap" kepada siapapun dan dimanapun..karena itulah bagian tersulitnya namun bagian terindahnya hidup dunia. Setidaknya dari sinilah kita belajar bagaimana memberi  kasih sayang yang ber"hati", "layak" dan "tepat" . Minimal dibagian terkecil di hidup ini kita sudah menjaga dari seharusnya yang kita jaga tentang nilai kasih sayang yang sesungguhnya.  Semoga semua itu ada di diri  kita.

Selamat hari Valentine, bukan kata "I love U yang akan saya lontarkan tapi berupa doa semoga kita semua, bisa tetap menjaga kasih sayang kepada orang terdekat dan sekitar kita. Amien
Ditulis oleh : Wijayanti Utama
di Yogyakarta, 13 Februari 2012
(Didedikasikan untuk teman-teman terindah saya)