Selasa, 01 Oktober 2013

Selat Muria....

Gunung Muria yang berdiri gagah diantara wilayah Jepara, Kudus dan Pati menyimpan banyak sejarah yang sangat menarik. Diantara adalah pernah adanya sebuah selat yang memisahkan Gunung Muria dengan pulau Jawa. Yaitu Selat Muria. Sangat menarik untuk dijadikan wawasan kita bersama untuk cerita anak cucu kita nanti.

Sebelum abad 17, Muria adalah sebuah pulau yang terpisah dengan Pulau Jawa yang dahulu disebut Pulau Muria. Kedua pulau itu dibatasi oleh Selat Muria. Fakta ini pernah diungkap dalam kajian yang dilakukan HJ De Graaf dan Th G Pigeaud (Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa: Peralihan dari Majapahit ke Mataram; Grafiti Pers, 1985), Pramoedya Ananta Toer (Jalan Raya Pos, Jalan Daendels; Lentera Dipantara, 2005), serta Denys Lombard yang meluncurkan dua serial bukunya (Nusa Jawa: Silang Budaya, Kajian Sejarah Terpadu; Gramedia, 1996 a-b). Bagian pertama tentang batas-batas pembaratan, dan bagian kedua tentang jaringan Asia.

Selasa, 24 September 2013

CERITA BABAT PATI "SARIDIN (SYEKH JANGKUNG)"


Ki Ageng Kingiran yang baru saja pulang pulang dari nyisik ikan di kali terkejut. Ia mendengar suara suara tangisan bayi . Ki Ageng Kingiran sempat akan lari karena ketakutan.Tapi begitu melihat itu adalah suara bayi yang benar-benar memelas. Ki Ageng kebingungan akan diambil atau tidak.

Tiba-tiba muncul Sunan Kalijogo agar Ki Ageng mengambil dan memelihara bayi itu. Kata Sunan Kalijogo, bayi itu kelak akan jadi orang penting dan punya ilmu linuwih. Ki Ageng Kingiran lalu membawa pulang. Bayi itu terlihat sangat kelaparan. Warga desa heboh! Ki Ageng Kingiran menemukan bayi di tepi sungai! istri Ki Ageng Kingiran, Nyi Ageng Kingiran nampak senang karena selama ini ia mendambakan punya anak laki-laki. Selama ini Ki Ageng Kingiran hanya mempunyai satu anak bernama Sumiyem. Oleh Ki Ageng Kingiran, anak itu lalu diberi nama Saridin.


DESA MIYONO, 20 TAHUN KEMUDIAN….

Saridin nampak sedang mempertontonkan kelebihannya di hadapan banyak warga desa. Gayanya sombong dan Ia berkoar-koar ia anak yang sakti. Ternyata dari awal ia punya ilmu laduni. Semua menatap Saridin antara takjub dan benci. Tiba-tiba kakak Saridin, Suminten datang memberi tahu kalau ayah mereka Ki Ageng Kingiran dalam keadaan kritis. Saridin awalnya tidak percaya, tapi ia lalu pulang. Nampak Ki Ageng Kingiran sudah dalam keadaan berat. Ia berpesan pada Saridin, Sumiyem dan Branjung, suami Sumiyem, bahwa usia Ki Ageng Kingiran sudah tidak lama lagi. Ia tidak punya apa-apa kecuali sebuah pohon durian yang sangat lebat dan tak pernah berhenti keluar buahnya pada Saridin dan Brajang. Cara membaginya, kalau malam buah durian yang jatuh adalah rejeki Saridin, sedang kalau siang adalah rejeki Sumiyem dan suaminya, Branjung. Tak lama kemudian Ki Ageng Kingiran meninggal.

Selasa, 17 September 2013

Yuk! Berbagi Pengalaman, Info dan Kenangan

Mumpung ada media ini. Silakan tulis pengalaman dalam bekerja, berbisnis, dan berkreasi. Atau tulis Kenangan teman-teman semua pada waktu SMP dahulu. Atau juga info-info bermanfaat untuk kita semua.
Tulisan teman-teman akan masuk dalam data base alumni dan akan menjadi bahan untuk mengisi artikel pada blog kita ini. 
Dengan adanya Info, Pengalaman dan Kenangan teman-teman, semoga bisa menjadi perekat persaudaraan kita dan menjadi motifasi kita bersama dalam beraktifitas. Amiin...

Minggu, 08 September 2013

MARS SMP NEGERI 2 PATI



SMP Negeri 2 Pati
Serta Menyumbangkan Bakti
Dengan Membina, Membentuk Pribadi
Putra Pertiwi
Bina Bersama Pendidikan Kita SMP 2
Maju Terus Putra SMP 2
Harapan Nusa

SMP Negeri 2 Pati

Serta Menyumbangkan Bakti
Dengan Membina, Membentuk Pribadi
Putra Pertiwi

Bina Bersama Pendidikan Kita SMP 2
Maju Terus Putra SMP 2
Harapan Nusa

Sumber : Ilham Mufti

Sabtu, 07 September 2013

Sering Makan Kentang Goreng, Waspadai Penyakit Ini

Kentang goreng (french fries)

Kentang goreng (french fries) 
Sumber : Republika

Halloo teman-teman,....
Ini aku mau mengajak teman-teman untuk memperhatikan tubuh kita. Kita harus menyadari dong dengan umur kita yang sudah tidak muda lagi. Kita rata-rata sudah berumur 38 tahun. Ga' terasa udah mau berumur 40 tahun. Naah... ini aku akan memberikan sedikit info tentang kesehatan agar kita semakin berhati-hati terhadap pola makan kita. Artikel ini aku ambil dari Republika.co.id tentang Kentang Goreng.
Kentang goreng memang enak sih dimakan sebagai teman kita makan ayam goreng ala KFC atau CFC atau yang lainnya. Sebenarnya kentang kalau dimasak secara benar tentunya sehat untuk tubuh kita. Tapi kalau kita dalam mengolahnya tidak benar makan akan memberikan efek yang kurang bagus juga untuk tubuh kita. 
Ini ulasan yang aku ambil di republika.co.id :
Kebiasaan melahap makanan rendah serat ternyata bisa memicu penyakit kanker usus besar. Di dunia, kanker usus besar sudah menjadi penyakit keempat yang paling banyak diidap. Sedangkan di Tanah Air penyakit ini masuk dalam jajaran kelima urutan kanker. Frekuensinya bertambah terus.

Kamis, 15 Agustus 2013

Mengingat Lagi

Endi Prabowo Photo's
Lebaran tahun 2013 M atau 1434 H sudah berlalu. Mudik suatu tradisi yang tidak bisa ditinggalkan oleh masyarakat Indonesia. Termasuk kita-kita ini yaaa... Mudik selain utk bertemu keluarga besar dijadikan utk bertemu teman2 semasa SD, SMP, maupun SMA. Nah... Disini saya akan sedikit bercerita tentang lebaran dengan teman2 SMP kita nih... 
Awalnya sih ga ada rencana utk reunian, karena masih belom lebaran. Tapi karena sebagian teman termasuk diriku pengen ketemu dan penasaran kepada teman yang belum pernah ketemu sejak lulus SMP. Akhirnya kita janjian ketemuan bareng di Simpang lima Pati di pojok timur depan pendopo Kantor BUPATI Pati. Hehehe... Awalnya agak canggung juga karena pertama agak lupa2 ingat sama wajahnya temen yang namanya LINA, yang Nama aslinya Herlin Lusiana. Sambil ngobrol dan mengingat-ingat. Si Endi tak tanya, ingat ga... Dia jawab, "Ga ingat"... hehehe... Sorry, Lin. Tapi sambil ngobrol akhirnya berusaha utk diingat dan jadi ingat dech...

Rabu, 14 Agustus 2013

Pendataan Almuni

Kebahagiaan Mudik Lebaran


Rabu, 07 Agustus 2013, 07:00 WIB
Republika/Daan
Yudi Latif
Yudi Latif

REPUBLIKA.CO.ID,Oleh Yudi Latif

Seorang sahabat memohon pada pembantunya, “Tolonglah, Lebaran ini tak perlu mudik. Giliran saya pulang kampung. Nanti saya lipatkan gajimu.” Sang pembantu berkata, “Maaf tuan, saya tak mau.” Sang majikan masih merayu, “Sudah dua puluh lima tahun saya tak pulang, sedangkan kamu setiap tahun.” Sang pembantu menjawab lagi, “Tapi, tuan bisa berbahagia setiap hari, sedangkan kebahagiaan saya hanya setahun sekali.”

Inikah gerangan yang membuat antrean panjang para pemudik bersepeda motor, bertaruh nyawa arungi medan hambatan, kemacetan dan risiko kecelakaan? Apakah kehidupan Ibu Kota sebagai “ibu harapan” mengalami paceklik kebahagiaan?

Adalah William James yang menyatakan bahwa kepedulian utama manusia dalam hidupnya adalah kebahagiaan. Bagaimana cara memperoleh, mempertahankan, dan memulihkan kebahagiaan merupakan motif tersembunyi dari tindakan kebanyakan orang. Juga dalam kehidupan beragama. Kebahagiaan yang dirasakan orang dalam keyakinannya, dijadikan bukti kebenarannya.

Pencapaian kebahagiaan tertinggi, ujar Viktor Frankl, bukanlah dalam keberhasilan, melainkan dalam keberanian untuk menghadapi kenyataan. Berbeda dari Freud yang menjangkarkan kebahagiaan pada kenikmatan-seksual, dan Adler pada kehendak untuk berkuasa, Frankl percaya pada kehendak untuk menemukan makna (the will to meaning) sebagai sumber kebahagiaan tertinggi.

Tetapi, apa artinya makna hidup jika kenyataan sehari-hari senantiasa dirundung kemiskinan, kekalahan persaingan, pungutan liar, ketidakpastian hukum, tipu-daya partai politik yang sekadar rajin mengibarkan bendera tanpa keterlibatan di akar rumput, serta para pemimpin yang kepeduliannya sebatas menaikkan gaji dan harga tanpa kesanggupan memulihkan harapan.

Dalam kesulitan menemukan makna hidup ke depan, orang-orang akan mencarinya dengan berpaling ke belakang. Kepulangan ke kampung halaman dengan segala klangenannya sambil merembeskan rezeki pada akar jati diri merupakan mekanisme katarsis demi mengisi kekosongan makna hidup.

Demikianlah, mudik Lebaran merupakan peristiwa yang amat heroik. Kalah dalam hidup, berani menghadapi kenyataan. Tak seberapa rezeki terkumpul, gembira berbagi pada sesama. Kegagalan negara menyediakan kerangka solidaritas fungsional bagi redistribusi kekayaan hingga ke pedesaan, tertolong oleh heroisme korban-korban pembangunan yang dengan solidaritas emosionalnya mampu membawa balik nutrisi ke akar.

Drama ini tidak berhenti di situ. Partai politik dan pemimpin pemerintahan yang mestinya menjadi wahana penguatan solidaritas fungsional lewat perundangan dan kebijakan negara yang berorientasi kesejahteraan dan pemerataan, justru lebih berintervensi secara ad hoc dalam bentuk-bentuk solidaritas emosional-karitatif.

Partai dan pemimpin politik yang dalam kinerja institusionalnya lebih berpihak pada kepentingan korporatokrasi, berlomba mengesankan populismenya secara aji mumpung seperti lewat tarawih keliling atau bantuan terbatas kepada para pemudik.

Masih bagus, jika usaha meraih dukungan dari para korban pembangunan ini masih senapas dengan semangat Idul Fitri. Semangat Idul Fitri adalah semangat persaudaraan universal, bahwa setiap anak manusia terlahir dalam ”kejadian asal yang suci”. Dalam kefitrahan manusia, Tuhan tidak pernah partisan --memihak seseorang atau golongan tertentu-- melainkan kualitas keberserahan diri dan amal salehnya.
Oleh karena itu, atas nama semangat Idul Fitri, semoga partai politik tidak mengorbankan para korban ini dengan mengadunya di altar pemilu, atas nama ideologi komunalistik, demi kepentingan elitis. Sebaliknya, dengan semangat Idul Fitri, semoga kasih ketuhanan merembesi jiwa-jiwa suci ini, mengisi relung jiwa kepartaian yang memungkinkan suara kasih dan etik bergema dalam kehidupan politik.

Hanya dengan kemampuan memulihkan kebaikan cinta-kasih dan cinta-moralitas, kepadatan beribadah selama Ramadhan bisa menghadirkan kemenangan sejati. Nabi Muhammad bersabda, ”Maukah aku tunjukkan perbuatan yang lebih baik daripada puasa, shalat, dan sedekah? Kerjakan kebaikan dan prinsip-prinsip yang tinggi di tengah-tengah manusia.”

Para pemimpin dituntut untuk mawas diri. Dalam terang mawas diri ini, akan tampak bahwa kesulitan warga mencari kebahagiaan disebabkan oleh tabiat para pemimpin yang melupakan (tak mensyukuri) kebahagiaan, karena rangkaian panjang keinginan yang tak pernah berakhir.

Sa'di berkisah, ”Seorang raja yang rakus betanya pada seseorang yang taat tentang jenis ibadah apa yang paling baik. Dia menjawab, 'Untuk Anda yang paling baik adalah tidur setengah hari sehingga tidak merugikan atau melukai rakyat meski untuk sesaat.”
Adalah tugas para pemimpin untuk menciptakan surga di dunia dengan memulihkan kebahagiaan rakyatnya. Dunia dapat menjadi surga, ketika kita saling mencintai dan mengasihi, saling melayani, dan saling menjadi sarana bagi pertumbuhan batin dan keselamatan. Dunia juga bisa menjadi neraka jika kita hidup dalam rongrongan rasa sakit, pengkhianatan, kehilangan cinta, dan miskin perhatian.

Thich Nhat Hanh, dalam the Miracle of Mindfulness, mengisahkan seorang raja yang selalu ingin membuat keputusan yang benar mengajukan pertanyaan kepada seorang biksu.
”Kapan waktu terbaik mengerjakan sesuatu? Siapa orang paling penting untuk bisa bekerja sama? Apakah perbuatan terpenting untuk dilakukan sepanjang waktu? Biksu itu pun menjawab, ”Waktu terbaik adalah sekarang, orang terpenting adalah orang terdekat, dan perbuatan terpenting sepanjang waktu adalah memberi kebahagiaan bagi orang sekelilingmu.”

Dengan ”Lebaran” (kepurnaan), semoga paceklik kebahagiaan berakhir. Dengan kembali rahim fitri, semoga bisa kita suburkan kembali pohon kebahagiaan
Redaktur : M Irwan Ariefyanto